Meneladani Pengurbanan Nabi Ibrahim dan putranya
Oleh Drs. H. Nurul Aziz SI
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan karuniaNya kita dapat bersama-sama dalam keadaan sehat wal afiat guna memamahami dan meneladani jejak-jejak kehidupan Kekasih Allah (Nabi Ibrahim Alaihis Salam) dan putra belaian kasih beliau ( Nabi Isma’il Alaihis Salam), baik untuk keluarga kecil maupuan keluarga besar, baik komunitas kecil maupun dalam skala besar, organesasi sosial maupun keagamaan. Baik sebagai Warga Rt, Rw, Desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten maupun sebagai bangsa yang akan mewariskan tongkat estaffet perjuangan kepada generasi kemudian yang akan dipertemukan kembali dalam kehidupan di akherat kelak.
Di samping itu Allah memilihkan bulan-bulan yang betul-betul istimewa bukan berarti hari-hari yang lain dipandang sebagai hari kesialan ataupun membeda-bedakan hari-hari dalam seminggu maupun dalam satu bulan dan dalam satu tahun, namun lebih ditekankan oleh karena hari-hari pada bulan itu disyari’atkannya beberapa peribadatan yang amat berat, dari memeras keringat sampai menyabung nyawa sekalipun. Betapa besar pengorbanan Nabi Ibrahim yang beliau canangkan di tanah Arab yang berpadang tandus menjadi tempat berkumpulanya umat manusia untuk mengagumi sekaligus mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa, dan sekembali mereka mendapat ketenangan lahir maupun batin dan semangat baru dalam menapaki hidup dan kehidupan dunia untuk menjalani kehidupan di akherat kelak yang kekal abadi.
Tiga bulan teristimewa dalam sepanjang sejarah kenabian sebagai bapaknya para Nabi, khalilulllah meletakkan dasar-dasar pemerintahan (الإمارة) yang terorganisir dalam organisasi (ادارة), terpelihara dan terjaga (رعاية) agar dapat bangkit sebagai umat yang besar lagi agung melalui tiga proses : (عيد الفطرى – عيد الاضحى - محرم) Hari-hari kesucian – pengorbanan – kebangkitan, marilah kita sucikan niat kita. Kita kurbankan yang ada pada kita untuk meraih kebangkitan umat menuju kesejahteraan dan perdamaian abadi dunia akherat di segala segi dan lapangan melewati generasi kita mendatang.
Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Isma’il dalam hal ini, Allah pilihkan untuk umat kemudian sebagai teladan dalam segala hal terutama dalam prinsip dasar pengorbanan “memberi bukan meminta” dalam istilah lain dalam peribahasa kita kenal “berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian”, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, dalam istilah hukum kewajiban harus didahulukan dari pada menuntut hak, karena kewajiban yang dilaksanakan akan menimbulkan hak-hak yang sebanding atau seimbang dengan amal usaha dari dirinya, sebaliknya jika menuntut hak barangkali kewajiban-kewajibannya akan cendrung terlupakan, untuk selanjutnya condong kepada sikap rakus bin thama’ serta memandang diri telah berjasa dan melaksanakan semua kewajiban yang dibebabankan kepadanya, padahal jauh dari harapan yang sebenarnya.
Sikap tersebut dikembangkan Nabi Muhammad dengan mencela orang-orang yang meminta-minta tanpa alasan (اليد العلي خير من يد السفلى)“tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah”. Dalam penunaian zakat, shadaqah, hibah, wakaf dan washiyat kelihatannya harta berkurang, namun pada hakekatnya tidak berkurang ataupun hilang, namun justru tumbuh dan berkembang dalam pandangan Allah dan RasulNya (واقرض الله قرضا حسنا فيضاعف له اضعافا مضاعفة), bahkan lebih dari itu akan menimbulkan kilas balik fungsi sosial (membantu fuqara’ wal masakin serta yatim piatu) dan fungsi ganda mendapatkan harta yang tidak ternilai harganya, yaitu ketenangan berkat do’a ‘Amil Zakat/penerima (خذ من اموالكم تطهرك وتزكيهم ) ataupun shahibul Kurban. Itulah sebagai salah satu indikasi jiwa yang sehat yang bila dilakukan terus menerus akan membimibing jiwa menuju pada watak kepribadian yang agung .
Kitab suci Al-Qur’anul adzim, memberi petunjuk tentang kisah pengurbanan yang telah dilakukan anak manusia sejak Nabi Adam, Nabi Ibrahim sampai kepada Nabi Muhammad SAW, dapat memberi inspirasi kepada kita untuk menumbuh kembangkan jiwa kepribadian yang mulia lagi agung dalam pergaulan hidup keluarga kecil, keluarga besar, berbangsa dan bernegara, yang secara bertahap sebagai beirkut :
Kisah kurban pertama dilakukan oleh dua orang putera Adam, Qabil dengan hasil usaha pertanian dan berkarakter yang takabur dan bakhil mempunyai rasa iri dan dengki (hasad) dari, sedangkan Habil dengan hasil usaha peternakan diinisialkan sebagai profil diterima amal usaha qorban yang telah memenuhi persyaratan dilaksanakan atas dasar taqwa. Dari akibat tidak siap untuk menerima kekalahan dan disulut oleh api kedengkian memandang diri lebih dan memandang remeh lainnya sehingga berujung kepada pembunuhan pertama dalam sejarah manusia yang telah berbudaya. dan berakhir penyesalan. (qs. Al-Maidah, 5:27-31).
Kisah Kurban yang kedua, ditampilkan Nabi Ibrahim, AS, dengan ujud kurbannya adalah seekor domba besar (kibasy) sebagai pengganti Isma’il (putra kesayangannya) yang nyaris disembelih demi memenuhi mimpinya yang bernilai Wahyu ( QS. Ash-Shaffat, 101-113), terdapat beberapa hal yang luar biasa, antara lain:
- Ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah, meskipun berat bila diukur oleh hawa nafsu, justru anak pertama yang amat disayangi dan disenangi harus dikorbankan tanpa ragu ragu. Terlebih caranya harus dengan tangannya sendiri, sehingga wajar bila hal itu adalah merupakan ujian yang berat ( بلاء عظيم) dalam ayat 106;
- Sikap Nabi Isma’il yang tunduk dan patuh kepada Allah dan orang tuanya, putranya yang saleh diasuh dan dididik sejak kecil oleh ayah bundanya. Anehnya juga nurut saja, siap menyerahkan batang lehernya untuk dipotong ayahnya sendiri karena yakin bahwa apa yang harus dijalani bukan untuk siapa-siapa melainkan atas perintah “Allahu rabbannaas” malikin naas, ilaahin naas, sehingga tidak perlu ditawar-tawar lagi sudah mesti berakibat baik bagi diri dan keluarga. Inilah sebagai gambaran keberhasilan penanaman akidah keimanan yang tumbuh berkembang sejak dini dan terhindar dari hama dan penyakit tanaman iman, sehingga mencintai Allah dari pada segala-galanya (QS 2: 168). Sedangkan anak sebagai dunia kesayangannya (QS 3: 14) meskipun tadinya dirindukan kehadirannya, namun tidak melunturkan kecintaan kepada Allah bila dibutuhkan. Maka jika dalam keluarga, orang tua telah mengkondisikan dengan didikan kader Mukmin sudah barang tentu, ia siap untuk mengorbankan diri tanpa takut kematian yang akan mengancam diri namun dihadapi dengan tabah dan sabar sehingga terhindar dari (حب الدنيا وكرهية الموت) yang dikhawatirkan Rasulullah sebagai penyakit umat yang menimpa generasi di kemudian hari.
- Penggantian Ismail dengan seekor domba gibas, tanpa diduga sebelumnya menurut nalar waras. Terjadi tanpa tenggang waktu sama sekali, terjadi seketika disulap menjadi seekor domba yang tergorok lehernya. Kebesaran peristiwa tersebut bukan hanya penggantiannya tersebut namun juga ditegaskan bahwa Nabi Ibrahim AS. telah menjalankan kepatuhan yang sesungguhnya sempurna kepada Tuhannya dan diperingati hangga sekarang. Demikian juga telah dihapusnya tradisi pengorbanan manusia yang meraja lela dikalangan bangsa-bangsa kuno;
Kisah Korban ketiga, korban Nabi Muhammad SAW,
- dua kambing yang satu ekor untuk diri dan keluarga, satu ekor lainnya untuk ummatnya yang tidak korban;
- 100 ekor binatang sembelihan (budnah) yang dibagi dua yang dilakukan beliu Rasulullah sendiri 63 ekor dan selebihnya diestafetkan kepada generasi muda (Shahabat Ali bin Abi Thalib) masih 17 ekor yang sama banyaknya bilangan sembelihan dengan umur nabi dan reka’at dalam shalat wajib.
Keluarbiasaan keluarga Nabi Ibrahim AS telah teruji dari segi pengurbanan yang besar sehingga ditetapkan sebagai syari’at untuk keluarga-keluarga umat manusia dengan “ibadah Haji” ke baitullah, Makkah Mukarramah kota tua di sepanjang sejarah Islam untuk kesejahateraan manusia seluruh alam dan rahmatan lil alamin dan telah disucikan dari perubahan-perubahan atas dasar kebodohan dimasa Jahiliyah dan dari perbuatan kemusyrikan oleh Nabi Agung Muhammad SAW. yang telah terealisasikan dalam kehidupan sehari-hari yang insya Allah akan berlanjut memenuhi belahan bumi timur dan belahan bagian barat sebagai umat wasathan agar suapaya menjadi saksi (شهداء) bagai umat manusia di segala zaman sampai di akherat kelak. Dan untuk merealisasikan ajaran pengurbanan tersebut Rasulululah SAW dalam Shirah Nabawiyah secara singkat khuthbah haji wada’ khususnya di bagian akhir beliu berpesan pada pokoknya “kesesatan akan terhindar dan petunjuk agama akan tercapai bila berpegang teguh kepada kitabullah (al-Qur’an) dan tuntunan Rasulullah SAW (agama Islam)”.
Petunjuk hak-hak yang memimpin adalah didengar dan ditaati serta difahami dari yang dipimpin akan melatih seseorang untuk setia dan loyal terhadap yang memimpin sedangkan Kesetiaan dan loyalitas terhadap pimpinan adalah selagi yang memimpin atau yang memerinah itu dalam rangka melaksanakan Kitabullah Ta’ala dan mengikuti tuntutnan Rasulullah SAW, meskipun dari kalangan bawahan, hina dalam pandangan orang. Diimbangi dengan kewajiban bagi pimpinan agar berlaku baik, bersahabat terhadap para pembantu-pembantu baik dalam memberi makanan, pakaian dari jenis pakaian yang sama, jika melakukan kesalahan yang tidak biasa dimaafkan tidak menyiksa mereka dan membuat perjanjian/ kontrak kerja kembali atau melepaskan (PHK)
Hubungan hak dan kewajiban tersebut dilakukan dengan dasar Persaudaraan sesama Muslim dalam perlindungan dan kerelaan/ keikhlashan hubungan serta menghindarkan diri dari segala macam bentuk penganiayaan saling berslisih dan bertengkar tapi sebaliknya mengembangkan prinsip penyampaian kebenaran atau dakwah Rasulullah SAW (tabligh) karena barangkali yang tidak hadir langsung menerima khabar lebih dapat memehamai dari pada yang menerim langsung.
Demikianlah ajaran tentang pengurbanan sepanjang yang dituntunkan Nabi Ibrahim AS beserta Nabi Isma’il AS dan disucikan dari kemusyrikan-kemusyrikan Jahiliyah dan dikembangkan Nabi besar Muhammad SAW, dalam memimpin dan memberikan pelayanan, mudah-mudahan dapat menjiwai disegala segi kehidupan kita baik dalam mempertahankan maupun mengisi kemerdekaan untuk kemajuan agama, bangsa dan negara yang kita cintai dan banggakan untuk mendapat ridla Allah SWT.