Peran Hakim dalam Mewujudkan Asas Keadilan, Kepastian Hukum dan Kemanfaatan Putusan
Oleh:
DEWI ATIQAH
NIP : 199101072017122001
- PENDAHULUAN
Suatu perkara dapat terselesaikan secara efektif dan efisien tentu memerlukan suatu pengaturan atau manajemen yang tepat dalam prosesnya. Termasuk di dalamnya adalah proses berperkara di pengadilan yang akan berjalan dengan baik jika semua unsur di dalamnya terlaksana sesuai dengan tugas dan fungsinya. Salah satu unsur penting yang berpengaruh dalam proses berperkara di pengadilan adalah pelaksanaan persidangan.
Dalam rangka mewujudkan cetak biru dan Visi Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menjadi badan peradilan yang agung, maka Mahkamah Agung dan seluruh badan peradilan di bawahnya telah melaksanakan reformasi birokrasi serta telah mengambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.[1] Salah satu bentuk reformasi birokrasi yang terus digaungkan oleh Mahkamah Agung adalah dalam hal peningkatan kualitas putusan hakim serta profesionalisme seluruh lembaga peradilan yang ada dibawahnya.
Salah satu wujud peningkatan kualitas putusan hakim serta profesionalisme lembaga peradilan yakni ketika hakim mampu menjatuhkan putusan dengan memperhatikan tiga hal yang sangat esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kepastian (rechsecherheit) dan kemanfaatan (zwachmatigheit).[2]
Mencari dan menemukan keserasian dalam hukum tidaklah sulit dan tidak juga mudah. Kesulitan mencapai hukum yang ideal adalah dimana pihak-pihak yang bersengketa atau berurusan dengan hukum merasa puas atau menerima hasil putusan dengan lapang dada. Selain itu, hukum diharapkan dapat berkembang dengan pesat mengikuti arus perkembangan zaman untuk mengatur segala tindakan atau perbuatan yang berpotensi terjadinya perselisihan, baik perselisihan kecil maupun besar.Membiarkan teori atau praktik berjalan sendiri-sendri tanpa saling melengkapi akan mempengaruhi kinerja dari hukum itu sendiri. Tidak kalah penting ketika hukum tertinggal oleh zaman, dimana arus perubahan terus terjadi mengikuti laju pertumbuhan dari masyarakat, akan berdampak terhadap eksistensi hukum dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
Secara prinsip hukum diciptakan untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat (manusia) terhadap kepentingan yang berbeda. Melalui hukum diharapkan dapat terjalin pencapaian cita dari manusia (subyek hukum), sebagaimana dikatakan oleh Gustav Radburch bahwa hukum dalam pencapaiannya tidak boleh lepas dari keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Eksistensi hukum yang dimaksud ialah baik hukum yang bersifat pasif (peraturan perundang-undangan) maupun bersifat aktif (hakim di pengadilan).
Mengingat begitu pentingnya asas keadilan, kepastian hukum serta kemanfaatan dalam putusan yang dijatuhkan hakim sebagai produk pengadilan, maka penulis merasa perlu menguraikan mengenai bagaimana suatu putusan memiliki ketiga aspek tersebut sehingga kepentikan masyarakat pencari keadilan tidak merasa terabaikan.
2. PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
- Apakah keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan dapat diwujudkan dalam putusan hakim ?
- Bagaimana kriteria putusan hakim memberikan rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat?
3. PEMBAHASAN
Pada dasarnya setiap putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan harus mewakili suara hati masyarakat pencari keadilan. Putusan hakim diperlukan guna memeriksa, menyelesaikan, memutus perkara yang diajukan ke pengadilan. Putusan tersebut jangan sampai memperkeruh masalah atau bahkan menimbulkan kontroversi bagi masyarakat ataupun praktisi hukum lainnya. Hal yang mungkin dapat menyebabkan kontroversi pada putusan hakim tersebut karena hakim kurang menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan yang saat ini berkembang pesat seiring perubahan zaman serta kurang telitinya hakim dalam memproses suatu perkara.
Putusan hakim hakim yang baik mengandung beberapa unsur yakni :
- Putusan hakim merupakan gambaran proses kehidupan sosial sebagai bagian dari kontrol sosial.
- Putusan hakim merupakan penjelmaan dari hukum yang berlaku dan berguna bagi setiap individu, kelompok maupun negara,.
- Putusan hakim merupakan keseimbangan antara ketentuan hukum dengan kenyataan yang ada di lapangan.
- Putusan hakim merupakan gambaran kesadaran yang ideal antara hukum dan perubahan sosial.
- Putusan hakim harus memberikan manfaat bagi setiap orang yang berperkara.
- Putusan hakim semestinya tidak menimbulkan konflik baru bagi para pihak berperkara dan masyarakat.
Putusan hakim merupakan produk dari proses persidangan di pengadilan. Sementara pengadilan merupakan tempat terakhir bagi pelarian para pencari keadilan, sehingga putusan hakim sudah sepatutnya dapat memenuhi tuntutan para pencari keadilan. Terhadap hal tersebut hakim dalam memutuskan perkaranya harus mencerminkan tiga unsur yakni keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan.[3]
Putusan hakim yang mencerminkan keadilan memang tidak mudah untuk dicarikan tolok ukur bagi pihak-pihak yang bersengketa. Karena adil bagi satu pihak belum tentu adil bagi pihak yang lain. Tugas hakim adalah menegakkan keasilan sesuai dengan irah-irah yang dibuat pada kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Keadilan yang dimaksudkan dalam putusan hakim adalah yang tidak memihak terhadap salah satu pihak perkara, mengakui adanya persamaan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam menjatuhkan putusan, hakim harus harus sesuai dengan peraturan yang ada sehingga putusan tersebut dapat sesuai dengan keadilan yang diinginkan oleh masyarakat. Pihak yang menang dapat menuntut atau mendapatkan apa yang menjadi haknya dan pihak yang kalah harus memenuhi apa yang menjadi kewajibannya. Dalam rangka menegakkan keadilan, putusan hakim di pengadilan harus sesuai dengan tujuan sejatinya yaitu memberikan kesempatan yang sama bagi pihak yang berperkara di pengadilan. Nilai keadilan juga bisa diperoleh ketika proses penyelesaian perkara dilakukan secara cepat, sederhana, biaya ringan karena menunda-nunda penyelesaian perkara juga merupakan suatu bentuk ketidakadilan.
Putusan hakim yang mencerminkan kepastian hukum tentunya dalam proses penyelesaian perkara dalam persidangan memiliki peran untuk menemukan hukum yang tepat. Hakim dalam menjatuhkan putusan tidak hanya mengacu pada undang-undang saja, sebab kemungkinan undang-undang tidak mengatur secara jelas, sehingga hakim dituntut untuk dapat menggali nilai-nilai hukum seperti hukum adat dan hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat.[4] Dalam hal tersebut hakim wajib menggali dan merumuskannya dalam suatu putusan. Putusan hakim tersebut merupakan bagian dari proses penegakkan hukum yang memiliki salah satu tujuan yakni kebenaran hukum atau terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum yang dituangkan dalam putusan hakim merupakan produk penegak hukum yang didasarkan pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara yuridis dari hasil proses penyelesaian perkara dalam persidangan.[5] Penerapan hukum harus sesuai dengan kasus yang terjadi, sehingga hakim dituntut untuk selalu dapat menafsirkan makna undang-undang dan peraturan lain yang dijadikan dasar putusan. Penerapan hukum harus sesuai dengan kasus yang terjadi, sehingga hakim dapat mengkonstruksi kasus yang diadili secara utuh, bijaksana dan objektif. Putusan hakim yang mengandung unsur kepastian hukum akan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuandi bidang hukum. Hal ini dikarenakan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap bukan lagi pendapat hakim itu sendiri melainkan merupakan pendapat dari institusi pengadilan yang akan menjadi acuan bagi masyarakat.
Putusan hakim yang mencerminkan kemanfaatan adalah ketika hakim tidak saja menerapkan hukum secara tekstual, akan tetapi putusan tersebut dapat dieksekusi secara nyata sehingga memberikan kemanfaatan bagi kepentingan pihak-pihak yang berperkara dan kemanfaatan bagi masyarakat pada umumnya. Putusan yang dikeluarkan hakim merupakan hukum yang mana harus memelihara keseimbangan dalam masyarakat, agar masyarakat kembali memiliki kepercayaan kepada aparat penegak hukum secara utuh. Hakim dalam pertimbangan hukumnya dengan nalar yang baik dapat memutus suatu perkara dengan menempatkan putusan kapan berada lebih dekat dengan keadilan dan kapan lebih dekat dengan kepastian hukum. Pada dasarnya asas kemanfaatan bertempat di antara keadilan dan kepastian hukum, dimana hakim lebih menilai kepada tujuan atau kegunaan dari hukum itu pada kepentingan masyarakat. Penekanan asas kemanfaatan lebih cenderung bernuansa ekonomi. Dasar pemikirannya bahwa hukum adalah untuk masyarakat atau orang banyak, oleh karena itu tujuan hidup harus berguna untuk manusia.[6]
Dengan demikian putusan hakim di peradilan perdata yang ideal haruslah memenuhi ketiga asas tersebut. Akan tetapi dalam setiap putusan hakim terkadang ada penekanan-penekanan tertentu terhadap salah satu aspek yang dominan. Hal tersebut bukan berati putusan tersebut telah mengabaikan asas-asas terkait lainnya. Tampak jelas ketiga asas tersebut saling berhubungan erat agar menjadikan hukum sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum. Akan tetapi, jika ketiga asas tersebut dikaitkan dengan realita yang ada sering sekali antara keadilan berbenturan dengan kepastian hukum, ataupun kepastian hukum berbenturan dengan kemanfaatan.
4. PENUTUP
- Kesimpulan
Seorang hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tidak selamanya harus terpaku pada satu asas saja. Pada perkara secara kasuistis, hakim dapat saja berubah-ubah dari satu asas ke asas yang lain yang dirasa relevan dituangkan dalam pertimbangan hukumnya. Dalam membuat pertimbangan hukum harus dengan nalar yang baik, hal tersebut yang menjadikan alasan bagi hakim untuk lebih mengedepankan asas tertentu tanpa meninggalkan asas yang lain tentunya. Dengan demikian kualitas putusan hakim dapat dinilai dari bobot alasan dan pertimbangan hukum yang digunakan dalam perkara.
- Saran
- Dalam membuat putusan, seorang hakim sepatutnya dalam menimbang dan memutus suatu perkara dengan memperhatikan asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan agar putusan yang dikeluarkan menjadi putusan yang ideal.
- Apabila ketiga asas hukum tersebut tidak dapat diwujudkan secara bersama-sama, maka yang diprioritaskan adalah asas keadilan terlebih dahulu.
Daftar Pustaka
Amir Ilyas, Kumpulan Asas-asas Hukum, (Jakarta:Rajawali, 2016).
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama, (Jakarta:Kencana, 2012).
Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 - 2035
Busyro Muqaddas, “Mengkritik Asas-asas Hukum Acara Perdata”, Jurnal Hukum Ius Quia lustum (Yogyakarta, 2002)
Margono, Asas Keadilan,Kemanfaatan dan Kepastian Hukum dalam Putusan Hakim, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012).
[1] Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 - 2035
[2] Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Peradilan Agama, (Jakarta:Kencana, 2012), h. 291.
[3] Margono, Asas Keadilan,Kemanfaatan dan Kepastian Hukum dalam Putusan Hakim, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), h. 37.
[4] Busyro Muqaddas, “Mengkritik Asas-asas Hukum Acara Perdata”, Jurnal Hukum Ius Quia lustum (Yogyakarta, 2002), h. 21
[5] Margono, Asas Keadilan,Kemanfaatan dan Kepastian Hukum dalam Putusan Hakim, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), h. 51.
[6] Amir Ilyas, Kumpulan Asas-asas Hukum, (Jakarta:Rajawali, 2016), h. 91.